Makna Dibalik Sebuah Perjalanan
Arah Jalan Pulang
Cerita ini berkisah tentang perjalanan dua anak manusia yang mempunyai tujuan yang sama.
Awalnya mereka tidak sempat terfikir akan menempuh jalan yang mana dan akan bertemu dengan siapa dalam perjalanan. Tapi mereka tetap yakin dan percaya semua itu tidak ada yang kebetulan sudah pasti di atur skenarionya oleh Tuhan sang pencipta alam semesta beserta isinya.
Perjalanan ini dimulai pada Jum'at 15 November 2019, dari kota Padang menuju Gunung Marapi Sumatera Barat. Gunung Marapi mungkin nama ini telah populer di kalangan para pendaki yang berdomisili di Sumatera Barat Indonesia. Gunung ini berada di Kabupaten Agam jalur lintas Padang menuju Bukit Tinggi.
Dengan bantuan bus umum mereka melaju menuju pasar koto baru dimana tempat ini dijadikan sebagai tempat pertemuan para pendaki yang ingin melakukan pendakian ke Gunung Marapi dari seluruh pelosok negri Indonesia bahkan manca negara.
Tempat ini bukanlah start atau posko pendakian, dari pasar koto baru para pendaki masih butu waktu berjalan menuju pos tower pendakian gunung marapi.Biasanya para pendaki menggunakan kendaraannya menuju pos ada juga yang menggunakan jasa ojek dari masyarakat setempat. Tetapi kami memutuskan berjalan kaki untuk mencapai pos. Setibanya di pos pendakian kami memeriksa kembali perlengkapan yang masih kurang dan logistik serta obat - obatan yang musti di bawa untuk pendakian.
Tepat pukul 00.30 Wib kami mulai start perjalanan menuju puncak gunung marapi. dengan menggunakan penerangan seadanya kami menyeruak dinginnya malam ditemani cahaya bulan purnama yang sesekali menatap gembira langkah sepasang anak manusia yang sedang berjalan membelah rerumputan jalan setapak tersebut.
Malam semakin larut lelah menghampiri dan keringat bercucuran kian derasnya, malam ini kami atur strategi untuk menginap bersama para pendaki lain di lokasi camp yang telah tersedia di jalur pendakian. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan bersamaan dengan rombongan yang kami temukan di perjalanan. Tidak terasa mentaripun kian menurun pertanda siang akan menjelma menjadi malam. Tapi itu tidak menyurutkan semangat kami untuk menuju cadas gunung marapi.
Dalam perjalana menuju cadas kami bertemu lagi dengan rombongan para pendaki dari Pekan Baru. Sambil bercanda dan berseda gurau tidak terasa kami tellah sampai di cadas gunung marapi. Momen inilah yang sangat di tunggu - tunggu para pendaki, di cadas gunung marapi ada sebuah warung yang di kelola oleh seorang lelaki paruh baya. Para pendaki bisa menikmati makanan dan minuman yang di sajikan oleh para pedagang.Pak Naro, siapa yang tidak kenal beliau seorang pria paruh baya yang telah menggantungkan hidup keluarganaya di warung sederhana di cadas gunung marapi. Hidup sebagai seorang Traveller seperti kami ini musti kenal dekat bersama orang - orang seperti Pak Naro. Sebab di samping beliau pengelola usaha warung di atas gunung beliau juga salah satu juru kunci yang telah banyak menolong para pendaki yang cidera maupun yang tersesat di gunung Marapi. Jasa beliau tidak pernah di ragukan lagi oleh para pendaki yang berkunjung ke gunung Marapi tersebut.
Setelah berpamitan dengan Pak Naro saypun mencari tempat untuk mendirikan tenda kemah buat saudari saya yang sdari tadi mengantuk dan berusaha menahan lelah, mungkin karena dia segan memanggil saya melihat romantisme bak seorang anak dan ayah yang baru saja bertemu setelah beberapa tahun terpisah. Yaaa... Begitulah kedekatan saya dengan Pak naro, bukan hanya beliau ada beberapa ayah angkat saya di setiap daerah yang pernah di kunjungi baik itu pendakian ataupun pulau yang pernah saya singgahi.
Purnama berganti dengan sinar mentari yang sedikit malu - malu menampakkan keelokannya pagi itu, kami telah berkemas dan melangkah menuju puncaj summit Tugu Abel Tasman untuk menyaksikan keindahan sunrice bersama para pendaki yang lain.
Setibanya di puncak gunung marapi kami para pendaki biasanya hanya menikmati beberapa jepretan kamera yang sengaja kami bawa untuk mengabadikan momen yang kami anggap istimewa ini. Setelah puas bercengkrama di puncak kami putuskan untuk turun kembali ke tempat camp serta menyiapkan bahan makanan untuk kami santap siang ini. Makan bersama dengan menu gunung yang istimewa adalah sebuah momen yang tidak pernah di lupakan oleh para pendaki.
Siang ini rombongan Bang Arlan dan keluarganya memutuskan untuk turun gunung bersama keluarga dan anknya Aza sang pendaki cilik sumatera. Ya... Ma'af sebelumnya, saya lupa menceritakan tentang keluarga bang Arlan. Beliau adalah seorang Ayah yang mempunyai tiga orang anak laki - laki yang sangat tangguh si bungus bernama Aza, dialah yang menarik perhatian saya selama pendakian.
Arlan.
Awalnya saya tidak pernah menyangka bisa berjumpa dengannya. Salah seorang pendaki senior yang berasal dari Kota Dumai Provinsi Riau Indonesia.
Beliau mempunyai seorang yang bernama Aza. Aza adalah seorang Pendaki Cilik Sumatera yang telah banyak di kenal media ataupun dunia nyata. Dalam waktu yang cukup singkat itu saya sempatkan untuk bercerita bang Arlan Papanya Aza.
Yang pertama kali saya tanyakan adalah mengapa dia mau - maunya mendaki gunung bahkan membawa seluruh keluarganaya sekaligus dalam pendakian.
Ada istri dan juga anaknya.
Dengan singkat dan lugas diapun menjawab pertanyaan saya,
Tidak ada yang bisa menjamin hoidup kita sampai kapan. Jadi, saya hanya berusaha berbagi kenangan dengan keluarga, ya... Yang saya senangi salah satunya adalah pendakian. Di samping saya melakukan perjalanan baik mendaki dan travelling ke tempat tempat lainnya. Saya berusaha mengabadikan momen yang saya anggap istimewa, saya memasukkannya ke media sosial baik facebook, instagram, youtube dan lain lain sebagainya bukan karena ingin mengharapkan populeritas seperti halnya para pejabat yang lagi kampanye.
Tetapi di samping kalau ada masukan dana dari edsebse dan juga endorse produk, itu hanyalah sebuah bonus dari keikhlasan kita bergaul di alam dan lingkungan.
Yang terpenting sekali ketika saya telah tiada. Anak - anak dan istri saya bisa melihat kembali kengan yang pernah saya lalui bersama mereka.
Dari perkataan bang Arlan ini saya mulai mengingat kembali saya pernah melakukan percakapan diskusi bersama salah seorang junior di kampus tempat saya menimba ilmu dahulu.
Saya berpesan kepadanya. Hakikatnya semua manusia itu ingin di kenang tidak ada satu manusiapun yang ingin di lupakan a[palgi di musnahkan. Maka untuk menolak punah dari sebuah peradaban mari kita lestarikan pemikiran dalam bentuk tulisan dan meliterasikan apa saja yang ada di lingkungan.
Setelah berpamitan dengan keluarga bang Arlan kami melanjutkan lagi pekerjaan yang sempat tertunda yakni memperbaiki tenda temoat kami untuk beristirahat malam nanti, karena tadi malam sempat di hantam badai sampai fremnya da beberapa yang patah. Malam ini kami cepat istirahat tidak seperti biasanya, karena sya telah berjanji dengan pak Naro untuk membantu beliau memperbaiki warungnya. Karena tonngak dan atapnya telah lapuh di lahap usia.
Hari ini kami habiskan bercerita panjang lebar daro timur ke barat utara sampai selatan bersama pak Naro dan teman - teman seperjuangannya. Mereka mengajak kami untuk turu gunung sore dan menempuh jalur yang berbeda denganpendaki lainnya, karena akses itu dekat ke rumah kediaman pak Naro.
Tanpa ambil pusing kamipun menyepakati tawaran itu, perjalana ini sangat berkesan bagi kami karena belum pernah sekalipun kami tempuh ajlur ini. Tiba di rumah pak Naro kami bersih - bersih dan istirahat sejenak tidak lupa mengisi sumatera bagian tengah yakni perut yang sedari tadi sudah mulai keroncongan.
Malam ini juga kami harus pulang ke Padang karena besok adalah hari terakhir kami libur perkuliahan. Kami di antar oleh Pak Naro sampai ke tempat menunggu bus umum.
Mungkin karena dia telah menganggap kami adalah anaknya beliapun mengulurkan tangan untuk menambah dana kami dalam perjalanan.
Yaa... Alhamdulillah rezeki anak soleh.
Ha..Ha..Ha..
Say sudah harap - harap cemas sedari tadi sempat berfikir bahwa dana yang kami pegang untuk sampai ke Padang tidak cukup lagi. Sesampai di Padang tepat pukul 01.30 Wib waktu yang panjang buat beristirahat, esok akan di sibukkan kembali dengan rutinitas seperti biasanya yakni bergelut dengan diktat dan rumus - rumus yang sama sekali tidak ada gunanya bagi saya. Tapi bagaimana lagi itu adalah sebuah proses pencapain untuk sebuah titel Sarjana Tua.
Yaa...
Sekian dulu cerita perjalan kami kali ini.
Kita akan lanjut lagi bercerita di lokasi dan waktu yang berbeda.
Ada silaf kata dan ucapan yang tidak pada tempatnya kami mohon ma'af
Saya Edwar Sani
Salam Lestari
Gaya Hidup Lierasi
Billahi Taufik Walhidayah
Wassalamu 'alaikum Earahmatullahi Wabarakatu
Dokumentasi Perjalanan :
Aza Papa dan Bunda |
Bang Arlan dan Aza |
Photo Bersama Touris Prancis |
Revarasi Warung Pak Naro |
Pak Naro Mengantar Ke Tempat Bus |
Komentar
Posting Komentar