Orang Muda Merawat Ronggeng di Talamau
Oleh: Denni Meilizon (Penulis, Blogger, Pegiat
Literasi)
KAMPUNG BARU Timbo Abu Nagari Kajai merupakan pemukiman penduduk di Talamau Pasaman Barat. Berada pada ketinggian lebih kurang 800 mdpl dan menghadap tepat kepada puncak gunung Talamau. Jalan aspal meliuk-liuk membelah perbukitan dengan kondisi lumayan bagus. Beberapa bagian jalan terdapat kerusakan, lobang-lobang kecil dan jalan berbatu. Kontur jalan yang terus menanjak dan tidak lebar, membutuhkan konsentrasi pengendara guna mengantisipasi berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan. Untunglah, kepada kita tersaji pemandangan alam yang luarbiasa dengan udara segar yang melapangkan dada sehingga perjalanan ke salah satu pusat pelestarian kesenian Ronggeng Pasaman di Pasaman Barat ini tetap akan terasa menyenangkan. Penduduknya ramah dan menyenangkan dalam pergaulan. Bahasa sehari-hari adalah bahasa Minang dengan logat Talu, sebuah logat yang unik merupakan hasil proses akulturasi budaya di Pasaman Barat.

Grup kesenian Ronggeng
Pasaman SAKABEK AREK sendiri telah menuai beberapa prestasi tingkat daerah.
Mereka pun kerap tampil pada berbagai tempat di Sumatera Barat. Antusiasme
masyarakat menonton tiap pertunjukan mereka bisa jadi juga karena usia pemain
yang masih muda itu. Sudah menjadi perbincangan umum, jika hari ini Ronggeng
Pasaman kurang diminati generasi muda. Alhasil pemain Ronggeng Pasaman umumnya
banyak diisi oleh orangtua yang masih mencoba mempertahankan kesenian rakyat
Pasaman Barat ini.
Grup Ronggeng Pasaman
SAKABEK AREK dibina oleh Jonnedy dan Muhammad Nur. Grup ini berdiri pada
tanggal 11 Agustus 2017. Prestasi: Juara Harapan 1 Festival Seni Budaya
se-kabupaten Pasaman Barat 2017. Juara 2 Festival Sinuruik 2018. Tampil di
acara Festival Langkisau Pesisir Selatan dan pernah pula sebagai bintang tamu
di acara Sumarak Tradisi Minangkabau, Universitas Andalas, Padang, dll. Pada
setiap penampilan, Grup Ronggeng Pasaman Sakabek Arek membawakan lagu-lagu: Jalak
Lentiang, Durian Tinggi, Anak Yoyo, Mainang Sibolga, Tanjuang Malesek, Palak
Pisang, Anak Dagang, Karisiak Simpang, Mandi Babaju, Talak Tigo, Dendang Masia,
Gurindam Duo Koto, Bukik Tarapuang, Berang-berang, Hijau-hijau, Gelora.
Acara ini dimeriahkan
pula dengan penampilan kolaborasi beberapa grup Ronggeng di Pasaman Barat
antara lain dari grup Ronggeng Ranah Saiyo yang juga merupakan grup Ronggeng
tertua di Pasaman Barat. Kemudian berturut-turut hadir pula grup Ronggeng
Lambah Pasaman, Pantiu Saiyo, Mudo Saiyo dan Ranah Pasaman. Mereka tampil
berbaur dan berkolaborasi dengan tuan rumah, grup Sakabek Arek membawakan
beberapa lagu khas Ronggeng Pasaman. Yang menonton malam itu terlihat dari
semua usia dan sangat ramai. Malam cerah pula, bulan purnama bercahaya rendah.
Alunan biola berirama diatonik
dengan harmonisasi naik turun bagaikan menghipnotis penduduk untuk mengurak
langkah ke tempat pertunjukan malam itu. Irama campuran Melayu, Minang, dan
Mandailing saling mengisi diiringi tabuhan gendang yang atraktif. Menyaksikan
pertunjukan Ronggeng pada beberapa tempat di Pasaman Barat, didapati unsur
kesamaan lagu yang dibawakan oleh pemain. Begitu pula halnya dengan gerak tari,
berpola langkah maju mundur. Terdiri dari empat sampai enam pemain pria dengan
properti selendang serta sapu tangan. Grup Sakabek Arek agaknya kembali
menerapkan formasi khas Ronggeng Pasaman, menampilkan pemain Ronggeng pria yang
memakai kostum perempuan. Ini berbeda dengan pertunjukan Ronggeng Pasaman di
Sungai Aur yang juga pernah kami liput sebelumnya. Di Sungai Aur, pemain
Ronggeng Pasaman menampilkan pemain perempuan satu atau dua orang dalam satu
putaran lagu. Memang, inilah persoalan yang tetap menjadi kontroversi terkait
kesenian rakyat ini. Ditemukan adanya larangan menampilkan perempuan sebagai
pemain Ronggeng Pasaman pada beberapa tempat di Pasaman dan Pasaman Barat.
Dalam perbincangan
dengan Bapak Jonnedi, Seniman tradisi dan Pembina kesenian Ronggeng Pasaman
kami mendapatkan fakta mecengangkan bahwa betapa masih minimnya pembinaan yang
dilakukan oleh Pemerintah Pasaman Barat kepada kesenian tradisi di ranah Tuah
Basamo itu. Sanggar maupun grup kesenian tradisi terkesan dibiarkan berjalan
sendiri. Dalam komposisi program dan kegiatan APBD Pasaman Barat sendiripun,
pembinaan kebudayaan asli Pasaman Barat bukanlah termasuk skala prioritas.
Bahkan berdasarkan wawancara kami dengan salah seorang anggota perancang RKPD
Pasaman Barat Tahun 2020, sektor kebudayaan tidak termasuk sebagai prioritas
pembangunan di Pasaman Barat. Hal ini sangat mengecewakan mengingat Pasaman
Barat justru unik dengan kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki penduduknya,
berakar dari tiga kebudayaan berbeda, Minangkabau, Mandailing dan Jawa.
Membangun karakter
masyarakat utamanya di Pasaman Barat harusnya menjadi hal penting. Akar
karakter masyarakat di Pasaman Barat tentu saja dari budaya dan tradisi.
Keduanya menopang tadah berdasarkan agama Islam guna menguatkan dan memperkokoh
gerak laju pembangunan berkelanjutan di Pasaman Barat.[]
Komentar
Posting Komentar